09 May 2011

25 Tahun Lalu (25 April 1986 – 25 April 2011)

Ditulis oleh Mgr. Carlos Filipe Ximenes Belo SDB

Dialihbahasakan oleh Fransiskus Pascaries

Catatan penterjemah:

Naskah asli karangan ini ditulis dalam Bahasa Tetun, dan diterbitkan 25 April 2011 lalu di blog Jano Buti, selain juga diterbitkan di beberap blog lain. Setelah mendapat izin dari penulisnya, saya mengalihbahasakan karangan ini dengan harapan agar publik di Indonesia bisa sedikit memahami peristiwa yang terjadi di Timor Leste seperempat abad silam itu, dalam kaitannya dengan gerakan perlawanan Timor Leste terhadap pendudukan militer Indonesia di sana. Tak lama sebelum naskah ini ditulis, saya juga sudah menerbitkan tulisan berjudul Mas Gus dan Cinta yang Tak Saling Memiliki di blog ini. Tulisan itu mencatat kunjungan Xanana Gusmão ke Universitas Indonesia, sebagai Perdana Menteri Timor Leste pada tanggal 22 Maret 2011 lalu untuk menyampaikan kuliah umum bertajuk “Timor Leste’s State Building Experiences Within Regional & Global Context”.

Catatan kaki saya buat di sini dengan maksud untuk secara sekilas memberi konteks ikhwal ruang, waktu dan pribadi-pribadi yang menjadi tokoh dalam kisah ini.

Semoga bermanfaat...

=====



Hari ini tanggal 25 April tahun 2011. Hari kemerdekaan bagi negeri Portugal. Pada tahun itu, Timor Lorosae masih diduduki oleh tentara Indonesia. Pada tahun 1986, tanggal 25 April, di Kolese Banewaga (Fatumaka)1 kami bertemu dengan Komandan Falintil Kay Rala Xanana Gusmão.

Sesuai permintaan Nunsius Apostolik (Dubes Vatikan untuk Republik Indonesia - penterjemah), Mgr. Fransesco Canalini, kami mengirimkan sebuah surat, melalui Pastor Eligio Locatelli 2, ke hutan, agar sekiranya bisa, untuk bertemu dengan Komandan Falintil Xanana Gusmão. Setelah mendapat jawaban positif, kami bersama Pastor José António da Costa, Sekretaris dan Kanselor Dioses Dili, berangkat ke Baucau, agar pada malam itu juga, bisa berbincang dengan Xanana Gusmão.

Kami tiba di Kolese pukul enam petang. Malam, pukul delapan, setelah berdoa bersama dengan para murid, saya dengan Pastor José beranjak menuju kamar masing-masing. Sementara para murid berjalan ke dormitori. Setelah mematikan generator Pastor Locatelli menunggu di beranda, sementara Diakon Baltazar 3 berjalan mengelilingi rumah. Menjelang pukul sebelas malam, Pastor Locatelli mengetuk pintu kamar kami sambil berbisik bahwa Komandan tak lama lagi akan tiba. Pastor José dan saya, berjalan menuju ruang tamu menunggu Komandan. Di ruangan itu, kami menyalakan lilin sambil menunggu tamu itu. Tak lama kemudian, dari arah kebun muncullah seseorang. Mengenakan tutup muka dan sepatu boot, dan mengenakan baret. Pastor Locatelli pun membawa tamu itu ke dalam rumah. Ketika masuk ke dalam rumah kami saling menyapa dengan berjabat tangan biasa saja. Tetapi Komandan dan Pastor José berpelukan dengan sangat eratnya. Sementara Pastor Locatelli berdiri menunggu di beranda.

Setelah duduk, saya menyampaikan bahwa kami amat senang bisa bertemu dengan Komandan. Kami pun menyampaikan salam dari Nunsius. Kemudian, kami menyampaikan beberapa hal berikut ini:

1) Nunsius mengirimkan pesan untuk disampaikan kepada Sang Komandan, kalau ia atau ada gerilyawan sekiranya berpikir untuk bepergian ke luar negeri, Gereja bisa menjadi perantara, untuk bisa membantu.

2) Kami tidak datang ke sini untuk meminta Komandan untuk menyerahkan diri, tetapi, kalau bisa, meminta agar perjuangan perlawanan mengubah “strategi perjuangan” nya. Kami mengatakan, dengan “perjuangan militer” anda tidak akan menang, karenanya mungkin bisa memulailah dengan sebuah perjuangan baru, yaitu perjuangan diplomasi.

3) Kami juga meminta pada Komandan agar para gerilyawannya jangan membakar rumah dan barang-barang milik masyarakat.

Komandan duduk terdiam. Sambil berpikir lama dan serius. Kemudian, barulah ia berbicara panjang, untuk menjelaskan “filosofi” daripada Perjuangan dan Perlawanan. Akhirnya Komandan berkata,

“Kami gerilyawan tidak akan keluar negeri, ini negeri kami. Walaupun kami akan mati dan terkikis habis, kami tak akan menyerahkan diri, juga tak akan pergi ke luar negeri. Kami siap untuk mati berdiri seperti tetumbuhan.”

Menjelang malam terbelah, kami berpisah. Pastor Locatelli menemani Komandan menurun menuju ke arah perkebunan dan kembali ke tempat (persembunyiannya). Kami pun kembali ke kamar.

Pada pagi harinya kami langsung kembali ke Dili. Di Kolese Fatumaka, tak ada seorangpun yang mendengar tentang pertemuan ini. Para tentara di Baucau pun tak ada yang tahu!

Setelah sepekan berlalu, Pastor Locatelli bertandang ke Lecidere4, dan bercerita bahwa, seorang pekerja memberikan laporan demikian, “Tadi pagi kami melihat jejak kaki di perkebunan; tadi malam, sepertinya ada orang yang memakai sepatu boot, lewat di sini...”

Ini adalah pertemuan kami dengan Komandan Kay Rala Xanana Gusmão dua puluh lima tahun lalu!

Porto, Portugal, 25 April 2011.

----

1 - Fatumaka adalah sebuah dusun yang terletak di Kecamatan Baucau, dan berjarak sekitar 17km dari ibukota Kabupaten Baucau. Kota Baucau sendiri 130 km arah timur kota Dili. Fatumaka terkenal dengan Sekolah Teknik Menengah (STM) dan Seminari Menengah Atas (setingkat SLTA) yang dikelola oleh kongregasi Salesian. Areanya amat luas, saya tak tahu persisnya. Selain bangunan sekolah untuk SMA dan STM, ruang komputer dan laboratorium IPA yang terhitung maju di masanya, berhektar-hektar lahan yang ditanami jagung dan lain-lain. Ada pula Gua Bunda Maria yang menjadi tujuan wisata rohani umat dari berbagai daerah di Baucau, atau mungkin juga daerah-daerah lain, terutama pada bulan devosi Maria: Mei & Oktober. Umat Katolik di negeri itu memang terkenal kuat menjalani ritus-ritus devosi.


2- Pastor Eligio Locatelli adalah imam salesian asal Italia yang telah berpuluh tahun berkarya di Timor Leste. Sejak dulu sampai sekarang ia menjadi pembimbing di komunitas salesian Fatumaka. Konon, karena kedekatannya dengan para aktivis gerakan pro-kemerdekaan Timor Leste, ia kerap dimata-matai pihak keamanan Indonesia.

3- Baltazar Pires saat itu adalah diakon salesian yang berkarya di Fatumaka

4- Lecidere adalah kawasan tempat kediaman Uskup Diosis Dili. Terletak di bagian timur Kota Dili.

Fransiskus Pascaries