Tentu pembaca masih ingat dengan peristiwa ketika Majalah Der Spiegel terbitan Jerman edisi 14 Oktober 1996 memuat hasil wawancara wartawan mereka, Juergen Kremb, dengan Uskup Dili Mgr Carlos Filipe Ximenes Belo SDB. Kontroversi merebak karena hasil wawancara itu dinilai menghina bangsa Indonesia.
Beberapa hari setelah kejadian itu, saya bersama beberapa teman yang asli Timor Leste membolos dari sekolah untuk menuju Wisma Keuskupan yang terletak berseberangan dengan Pelabuhan Dili, yang tiap hari selalu disibukkan dengan bongkar muat barang dan penumpang. Di sebelah kiri wisma itu ada Hotel Mahkota, yang sepertinya adalah penginapan terbaik yang pernah dimiliki Timor Leste ketika masih menjadi provinsi ke-27 di Indonesia.
Menggunakan mobil Suzuki Katana, entah milik siapa, saya dan teman-teman itu yang adalah simpatisan Fretilin, bergerak dari Becora (saya bersekolah di SMA 1, yang terletak di Kecamatan Becora, bagian Timur kota Dili) menuju Wisma Keuskupan. Setiba di sana, ternyata lautan massa sudah terbentang di hadapan mata. Barangkali, ada ratusan, atau bahkan mencapai angka 1000 demonstran yang meneriakkan yel-yel antipemerintah RI dan mendukung Uskup Belo, pemimpin rohani yang sangat dihormati di sana.
Jantung saya berdegup sedikit lebih kencang dari biasanya. Ya, biar bagaimanapun saya adalah warga pendatang yang kebetulan bersimpati pada apa yang diperjuangkan oleh teman-teman saya, warga asli Timor Leste. Dan, masih ada warga Timor Leste saat itu yang masih terjangkit xenophopbia. Saya tidak berbicara soal nasionalisme dalam hal ini, tapi soal kemanusiaan! Karena, berkeyakinan, "Kemanusiaan jauh lebih penting dari nasionalisme. It's beyond borders !!!"
Barangkali sekitar satu jam kami berdiri di depan Wisma Keuskupan itu, untuk lalu bergerak pulang. Kepulangan saya ke rumah membawa hati yang sempat was-was karena ada isu, bahwa ada aparat intelijen yang menyusup di antara kami, dan mencatat beberapa nama yang siap diciduk. Dua hari berturut-turut setelah aksi demonstrasi itu, saya tidak masuk sekolah. Uffff....
Tetapi, untunglah. Saya tidak sampai terciduk aparat intelijen, karena aksi itu.
1 comment:
ya pantes ora keciduk. lah wong mlayune paling banter. numpak ojek sisan.heehehehehehhhehehh
Post a Comment